Artikel ini saya coba rangkum berdasarkan beberapa pertanyaan yang terkadang muncul dari peserta training improvement baik yang dilakukan pada organisasi perusahaan swasta, seperti QCC (Quality Control Circle), QCP (Quality Control Project), SS ( Suggestion System), PPS (Practical Problem solving) maupun diinstansi pemerintah (sering disebut GKM = Gugus Kendali Mutu), mengenai konsep dari Kaizen (sering dibaca Kaizeng),
Istilah Kaizen pertama kali dikeluarkan oleh Toshiro Yamada, seorang pensiunan profesor di Faculty of Engineering di Universitas Kyoto, kembali dari Amerika Serikat untuk meninjau kembali beberapa perusahaan di Dearborn, Michigan menyatakan, “Tahukah anda bahwa pabrik itu tetap sama seperti 25 tahun yang lalu”. ia heran ketika menemukan bahwa pabrik-pabrik masih mempergunakan ban berjalan, dan bahwa baik karyawan maupun pengunjung harus berjalan melangkahi ban berjalan atau berjalan dengan membungkukkan badan di bawahnya, membuktikan bahwa tidak ada tindakan pengamanan. Salah seorang anggota berkata “Bila mereka tidak memperhatikan keselamatan karyawan maka di sana tidak ada manajemen”.
Di Jepang modern jarang dijumpai ban berjalan. Bila masih dipergunakan juga, maka ban berjalan dirancang sedemikian rupa sehingga seseorang tidak perlu berjalan melangkahi ataupun berjalan dengan membungkukkan badan dibawahnya. Walaupun demikian Yamada juga mengatakan bahwa sarana di Universitas Barat dan di Lembaga Riset lebih maju keadaannya, dan bahwa proyek riset barat kaya akan daya cipta dan kreativitas. Kondisi ini menerangkan kenyataan bahwa walaupun kebanyakan gagasan baru datang dari Barat dan beberapa perusahaan, lembaga, dan teknologi yang paling mutakhir ada di sana, toh masih ada perusahaan yang tidak berubah sejak 1950? Perubahan adalah hal yang lazim. Perubahan juga merupakan gaya hidup orang Jepang.
Kunci perbedaan antara pandangan orang Barat dan orang Jepang terhadap perubahan terletak pada konsep KAIZEN- sebuah konsep yang begitu lazim dan masuk akal bagi kebanyakan manajer Jepang sehingga mereka sering tidak menyadari bahwa mereka memilikinya.
Konsep KAIZEN menerangkan mengapa perusahaan Jepang mustahil tidak mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Selain itu setelah bertahun-tahun mempelajari praktik bisnis Barat, saya menarik kesimpulan bahwa konsep KAIZEN tidak ada atau sedikit sekali diterapkan dalam perusahaan Barat saat ini. Lebih buruk lagi, mereka menolaknya tanpa mengetahui manfaatnya. Hal ini merupakan gejala “tidak ditemukan di sini” yang kuno. Akibat kekurangan konsep KAIZEN – lah maka sebuah pabrik Amerika atau Eropa tidak mengalami perubahan selama seperempat abad.
Inti KAIZEN sederhana sekali dan langsung pada sasaran. KAIZEN berarti penyempurnaan. Di samping itu KAIZEN berarti penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan setiap orang baik manajer maupun karyawan. Filsafat KAIZEN menganggap bahwa cara hidup kita baik cara kerja, kehidupan sosial, maupun kehidupan rumah tangga, perlu disempurnakan setiap saat.
Inti Praktik Manajemen “khas Jepang” dapat berupa peningkatan produktivitas, kegiatan PMT (Pengendalian Mutu Terpadu), Gugus Kendali Mutu (GKM), maupun hubungan kerja dapat disingkat menjadi satu kata KAIZEN. Memakai istilah KAIZEN daripada kata-kata seperti produktivitas, PMT, ZD (zero defect), kamban, dan sistem saran memberikan gambaran yang lebih jelas tentang apa yang terjadi dalam industri Jepang. KAIZEN adalah konsep payung yang mencakup sebagian besar praktis “khas Jepang” yang belakangan ini terkenal di seluruh dunia.
Implikasi dari PMT atau PMSP di Jepang ialah bahwa konsep ini telah membantu perusahaan Jepang menerapkan cara berpikir yang berorientasi pada proses dan mengembangkan strategi yang menjamin penyempurnaan berkesinambungan, melibatkan unsur manusia dari segala tingkatan dalam hierarki organisasi. Pesan dari strategi KAIZEN adalah bahwa tidak satu hari pun boleh berlalu tanpa sesuatu tindakan penyempurnaan dalam perusahaan.
Kepercayaan bahwa harus ada penyempurnaan tanpa akhir telah berurat-akar dalam cara berpikir orang Jepang. Sesuai dengan pepatah kuno Jepang yang mengatakan : “Bila seseorang tidak kelihatan selama tiga hari, temannya harus memperhatikannya dengan seksama untuk mengetahui apa yang telah dialaminya.”Hubungannya ialah bahwa dalam tiga hari orang itu pasti telah berubah, maka temannya seharusnya cukup memperhatikannya untuk melihat perubahan itu.
Sesudah Perang Dunia Kedua banyak perusahaan Jepang benar-benar harus mulai dari awal lagi. Baik manajer maupun karyawan menghadapi tantangan baru setiap hari, yang berarti setiap hari ada kemajuan. Dalam berusaha, diperlukan kemajuan yang tidak ada akhirnya dan KAIZEN menjadi sikap hidup orang Jepang. Untunglah berbagai alat yang membantu konsep KAIZEN sehingga memperoleh penghargaan, diperkenalkan kepada Jepang akhir tahun 1950 dan permulaan tahun 1960 oleh para ahli seperti W. E. Deming dan J. M. Juran. Tetapi banyak konsep baru, sistem dan alat yang banyak dipakai di Jepang saat ini telah dikembangkan di Jepang sendiri, dan merupakan penyempurnaan mutu yang lebih baik daripada pengendalian mutu statistikal dan Pengendalian Mutu Terpadu dari tahun 1960-an.
KAIZEN dan MANAJEMEN
Manajemen mempunyai dua komponen utama : pemeliharaan dan penyempurnaan. Pemeliharaan mengacu kepada kegiatan yang ditujukan kepada pemeliharaan standar teknologi, manajerial dan operasi saat ini. Penyempurnaan mengacu kepada menyempurnakan standar saat ini. Dalam tugas pemeliharaan, manajemen melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya sehingga setiap orang dalam perusahaan dapat menerapkan POB (Prosedur Operasi Baku).
Berarti, bahwa mula-mula manajemen harus menetapkan kebijakan, peraturan, petunjuk dan prosedur untuk semua operasi besar, kemudian mengawasinya supaya semua orang menerapkan POB. Bila karyawan dapat menerapkan standar tetapi tidak melaksanakannya, manajemen harus menegakkan disiplin. Bila karyawan tidak dapat menerapkan standar, manajemen harus melaksanakan latihan atau merevisi standar itu sehingga dapat dilaksanakan.
Dalam setiap bisnis, karyawan bekerja menurut standar yang telah ada, baik yang tertulis maupun yang tidak, yang dibebankan oleh manajemen. Pemeliharaan ditujukan terhadap pemeliharaan standar tersebut melalui pelatihan dan disiplin. Sebaliknya penyempurnaan ditujukan kepada menyempurnakan standar itu. Pandangan Jepang terhadap manajeman dapat diringkas menjadi satu pedoman perilaku : pelihara dan sempurnakan standar.
Semakin tinggi kedudukan seorang manajer, semakin banyak ia terlihat dengan penyempurnaan. Pada tingkat dasar, karyawan yang tidak trampil yang bekerja dengan mesin mungkin menggunakan seluruh waktunya untuk melaksanakan tugasnya. Tetapi, sewaktu ia lebih mahir dalam pekerjaanya, ia mulai memikirkan tentang penyempurnaan. Ia mulai menyumbangkan pikirannya demi penyempurnaan dalam cara melakukan pekerjaanya, baik melalui saran individual maupun melalui saran kelompok. Tanyakanlah kepada seorang manajer dalam sebuah perusahaan Jepang yang sukses, apa yang dituntut oleh manajemen puncak, jawabnnya pasti KAIZEN (penyempurnaan).
Menyempurnakan standar berarti menetapkan standar yang lebih tinggi. Setelah hal ini terjadi, kini menjadi tugas pemeliharaan manajemen agar standar baru itu diterapkan. Penyempurnaan berkesinambungan hanya dapat tercapai bila karyawan berusaha untuk mencapai standar yang lebih tinggi. Pemeliharaan dan penyempurnaan tidak dapat dipisahkan bagi manajer Jepang.
Penyempurnaan dapat dipecah menjadi KAIZEN dan pembaruan (inovasi). KAIZEN berarti penyempurnaan kecil yang diperoleh sebagai hasil usaha yang berkesinambungan. Pembaruan melibatkan penyempurnaan drastis sebagai hasil investasi besar dengan teknologi dan peralatan baru.
Perusahaan terburuk ialah perusahaan yang tidak melakukan usaha apapun selain memelihara, berarti tidak ada rangsangan dari dalam untuk KAIZEN atau pembaruan. Manajemen dihadapkan pada perubahan kondisi pasar dan persaingan, tetapi ia tidak tahu harus berbuat apa.
Berhubung KAIZEN merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan setiap orang dalam organisasi, maka setiap orang dalam hierarki manajemen terlibat dalam beberapa aspek KAIZEN.